Mengenal Skala Pengukuran dalam Penelitian


Hai teman-teman Caravel! Setelah pada postingan sebelumnya membahas tentang memahami Memahami Subjek/Objek, Variabel, dan Konstanta dalam Penelitian, pada postingan kali ini kita akan mencoba mengenal lebih dekat tentang skala pengukuran dalam penelitian. Sebelum masuk ke pokok pembahasan, Novia dan Madiawati (2019) menjelaskan bahwa skala pengukuran adalah metode yang digunakan untuk memisahkan satu variabel dari variabel lainnya. Sebagai contoh sederhana yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari adalah lomba lari, di mana kita dapat membedakan antara pemain 1 dari Spanyol, pemain 2 dari Italia, dan pemain 3 dari Indonesia. Namun, yang lebih penting adalah hirarki atau urutan karena hal ini akan menentukan variabel mana yang lebih baik dalam performanya. Oleh karena itu, skala pengukuran di sini tidak cukup hanya dengan mengenal dari mana asal para peserta, tetapi juga untuk menentukan peringkat negara mana yang paling baik berada di posisi nomor 1, 2, dan 3. Lebih lanjut, di bawah ini kita akan membahas hal ini beserta istilah-istilahnya dalam penelitian.



1. Skala Nominal

Jenis skala pengukuran yang pertama adalah skala nominal. Skala nominal adalah skala pengukuran yang paling dasar di mana bertujuan untuk melihat perbedaan antar variabel. Pada skala pengukuran ini, urutan data, interval, dan rasio tidak ada. Misalnya, dalam contoh kasus balapan motor, kita ingin melihat dari negara mana saja para pembalap berasal sebagai variabelnya. Jika ini menjadi tujuan utama analisis data, yakni hanya mengkategorikan saja data-data yang tersedia, maka urutan tidak diperlukan karena pada dasarnya urutan bermakna bahwa negara yang satu lebih baik dari negara yang lain. Intinya, di sini, nama negara hanya berfungsi sebagai label untuk mengidentifikasi asal pembalap dan tidak ada implikasi bahwa satu negara lebih baik atau lebih buruk daripada yang lain. Jadi, kita bisa menggunakan skala pengukuran ini hanya untuk mengkategorikan data berdasarkan label tanpa tujuan memberikan urutan atau interval antara variabel. Contoh sederhana lainnya adalah dalam hal golongan darah, di mana kita tidak dapat menyimpan urutan tertentu mengenai golongan darah mana yang lebih baik atau paling buruk karena tidak ada kalkulasi lanjut dalam skala pengukuran nominal ini.


2. Skala Ordinal

Jenis pengukuran skala ordinal adalah skala pengukuran yang mulai mempertimbangkan urutan, sesuai dengan namanya, yaitu 'ordinal' yang berarti 'urutan' atau 'bertingkat'. Lebih jelasnya, pada skala pengukuran ini, bukan hanya skala nominal yang dipertimbangkan tetapi juga hierarki dari variabel untuk melihat variabel mana yang berada di posisi paling tinggi dan terendah. Misalnya, kita dapat mengambil contoh kasus balapan motor. Pada skala pengukuran sebelumnya, yakni skala nominal, kita hanya mempertimbangkan variabel asal negara pembalap dan tentunya kita tidak bisa melihat negara mana yang paling baik. Namun, jika peneliti ingin melihat negara mana yang paling baik dalam balapan motor dengan melihat siapa yang menempati posisi terakhir hingga posisi pertama, dari urutan ini peneliti akan mendapatkan hasil yang jelas mengenai pembalap dari negara mana yang paling baik dilihat dari posisi balapan motor. Hierarki di sini sangat diperlukan untuk menentukan mana yang terbaik berdasarkan posisi. Intinya, kita dapat mengamati bahwa memiliki variabel asal pembalap saja tidaklah cukup untuk menentukan mana yang terbaik. Oleh karena itu, kita harus menambahkan variabel lain yang bisa menentukan mana yang terbaik. Di sini, variabel yang bisa kita gunakan dalam skala ordinal adalah posisi pembalap motor dalam kompetisi balap motor tersebut.


3. Skala Interval

Setelah memahami perbedaan skala pengukuran nominal dan ordinal. Selanjutnya, ketika kedua skala pengukuran ini sudah dipahami, kita sebagai peneliti ingin juga melihat perbedaan antar variabel sampai intervalnya. Misalnya, dalam kasus balapan motor, kita tidak hanya ingin mengamati posisi setiap pembalap, tetapi juga ingin melihat lebih dekat seberapa besar perbedaan antara posisi nomor 1 dan posisi nomor 2. Contohnya, peneliti mengukur selisih waktu tempuh garis finish antara posisi pertama dan kedua, yakni 10 detik. Dalam hal ini, 10 detik merupakan hasil pengukuran skala interval. Lebih lanjut, kita dapat membandingkan dengan perbedaan antara posisi nomor 2 dan 3 yang mana 8 detik. Di sini kita bisa mengatakan interval posisi 1 dan 2 berbeda dengan posisi 2 dan 3 dalam hal perbedaan durasi waktu tempuh garis finish-nya.


Selain itu, umur merupakan variabel yang bisa diukur dengan skala ini. Contohnya, umur pembalap motor berada di antara 20 hingga 30 tahun. Di sini kita bisa mengatakan bahwa pembalap motor yang berumur 28 tahun lebih tua daripada pembalap motor yang berumur 26 tahun, dan kita bisa melihat interval antara kedua umur tersebut, yakni 2 tahun. Hal ini memang terdengar sederhana, tetapi yang lebih penting adalah bahwa rentang umur 26 hingga 28 tahun bisa disamakan dengan perbedaan umur 22 hingga 24 tahun. Yang dilihat bukanlah angka umurnya, tetapi perbandingan interval antara pembalap motor yang berumur 26-28 tahun dan pembalap motor yang berumur 22-24 tahun yang mana perbedaan umur dari masing-masing kelompok adalah 2 tahun. Dari sini kita seharusnya sudah dapat mulai memahami bahwa skala pengukuran berdasarkan interval jelas berbeda dengan skala pengukuran nominal dan ordinal karena yang dilihat adalah interval antara variabel.


4. Skala Rasio

Skala pengukuran yang terakhir adalah skala pengukuran dengan tingkatan rasio, di mana yang dilihat di sini adalah nilai 0 yang sebenarnya atau bermakna. Skala pengukuran ini digunakan jika kita sebagai peneliti ingin menganalisis dengan lebih mendalam. Misalnya, dalam kasus balapan motor, kita dapat mengetahui secara langsung siapa yang menduduki posisi nomor 1, 2, dan 3. Dengan adanya skala pengukuran rasio, kita dapat melihat lebih jelas perbedaan antara nomor 1, 2, dan 3 ketika mencapai garis finish menggunakan waktu yang dimulai dari nol, sehingga setiap pembalap motor ketika mencapai garis finish akan diketahui lebih spesifik berapa menit dan detiknya.


Supaya lebih mudah dipahami, skala pengukuran rasio ini biasanya berupa continuous data atau variabel dengan menggunakan standar nomor yang berkelanjutan yang dimulai dari 0, 1, 2, 3.5, dan seterusnya. Contoh lainnya adalah dalam hal tinggi badan yang dimulai dari 0 cm, 160 cm, 161.5 cm, 171.3 cm, dan sebagainya. Di sini angka di belakang menjadi sangat penting karena dalam tinggi badan kita tidak cukup puas hanya sekadar mengetahui bahwa si A lebih tinggi daripada si B tanpa melihat perbedaannya secara spesifik melalui skala pengukuran rasio ini.


Sementara itu, seperti yang disebutkan, jika kita hanya melihat bahwa si A lebih tinggi daripada si B, kita hanya mengategorikannya saja. Contoh lainnya yang menggunakan nomor adalah posisi pembalap nomor 1, 2, dan 3, di mana kita hanya mengetahui posisi mereka saja. Ini disebut sebagai discrete data atau variabel yang menggunakan standar nomor yang terpisah dan tidak melihat secara spesifik perbedaan diantara ketiganya, seperti pada contoh tidak ada pembalap yang menempati posisi di 1.5 atau 2.5 melainkan hanya mengategorikannya saja (lihat tabel kembali di atas) di nomor 1, 2, dan 3 tanpa ada tanda koma.


Itulah postingan kali ini. Semoga bermanfaat dan jika ada yang belum jelas, bisa didiskusikan di kolom komentar di bawah. Sampai jumpa di postingan selanjutnya! :)


References


Novia, A. E., & Madiawati, P. N. (2019). Pengaruh Kualitas Produk Dan Sales Promotion Terhadap Minat Beli Coffee Shop Terfavorit Di Kota Bandung. eProceedings of Management, 6(1).


Rooduijn, M. (n.d.). Basic Statistics. Coursera. https://www.coursera.org/learn/basic-statistics/ 

No comments:

Post a Comment

Pages