Berbicara tentang kurikulum pendidikan, beberapa di antara kita mungkin melihat perbedaannya dari perspektif siswa ataupun pendidik. Kedua peran tersebut dipengaruhi oleh kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah pusat. Di postingan ini, mimin Caravel akan membahas apa itu kurikulum, mengapa perlu diubah, serta tahapan perkembangan kurikulum di Indonesia mulai dari tahun 1947 hingga kurikulum Merdeka Belajar yang baru-baru ini diimplementasikan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Republik Indonesia.
Apa Itu Kurikulum?
Sebelum membahas lebih jauh tentang perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia, hal pertama yang harus diperhatikan adalah pengertian dasar apa itu kurikulum sebenarnya. Moye (2019) mendefinisikan kurikulum sebagai parameter untuk memperjelas proses pembelajaran dengan mempertimbangkan konten pembelajaran yang lebih terstruktur dan lebih koheren sehingga lebih mudah untuk diikuti oleh pelajar, meliputi apa saja yang mereka harus pelajari untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka. Sementara menurut Bevis and Watson (1989), kurikulum didefinisikan sebagai sebuah interaksi yang terjadi di kelas antara pendidik dengan peserta didiknya dengan tujuan membantu peserta didiknya belajar. Lebih jelasnya, kurikulum bisa diartikan sebagai standar untuk memperjelas alur pembelajaran demi memastikan peserta didik mencapai tujuan pembelajarannya dengan maksimal sesuai kriteria yang sudah ditetapkan, mulai dari prioritas mata pelajaran, penyesuaian dengan zaman, hingga struktur pembelajaran yang harus diikuti untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.
Rasional di Balik Perkembangan Kurikulum
Peserta didik hidup dalam era yang senantiasa berubah dan dalam konteks yang beragam, memerlukan keterampilan yang sesuai untuk mengatasi tantangan zaman sekarang maupun yang akan datang. Memahami cara belajar mereka adalah kunci penting dalam menjalankan kurikulum yang efektif. Dalam konteks ini, kurikulum menjadi landasan untuk merancang strategi pembelajaran yang sesuai. Seperti yang dinyatakan oleh Ralph W. Tyler dalam karyanya, Basic Principles of Curriculum and Instruction, kurikulum yang ideal memiliki empat elemen utama: tujuan, materi, metode, dan evaluasi. Komponen kurikulum dapat diklasifikasikan sebagai tujuan pembelajaran/materi, pedoman pedagogis, dan pedoman evaluasi, yang semuanya memiliki peran penting dalam membimbing guru dalam proses pembelajaran murid. Pengembangan kurikulum melibatkan pengambilan nilai dan tradisi budaya yang relevan, pengembangan keterampilan yang relevan untuk saat ini dan masa depan, serta pemilihan materi yang kontekstual untuk mengontrol perkembangan sosial. Sesuai dengan proyeksi pendidikan OECD tahun 2030, kurikulum harus mencakup perkembangan kognitif, sikap, psikomotorik, dan nilai. Lebih dari sekadar jumlah materi, fokus pada esensi pembelajaran yang dalam menjadi penting, dengan penekanan pada pendekatan inquiry yang mendorong rasa ingin tahu dan refleksi yang memungkinkan murid untuk membangun pemahaman lebih mendalam dan mengambil tindakan sesuai dengan pengetahuan mereka.
Lebih lanjut, perubahan iklim global menjadi salah satu pengaruh terbesar mengapa kurikulum harus diubah. Seperti yang diketahui, liberalisasi dalam berbagai aspek, termasuk dalam bidang ekonomi, telah mengubah dan mendorong pendidikan untuk menjembatani generasi selanjutnya agar lebih mampu bersaing di tingkat internasional. Salah satu perubahan yang mencolok adalah pesatnya perkembangan teknologi digital. Dahulu, informasi hanya tersedia dalam bentuk media visual terbatas seperti koran atau majalah, tetapi sekarang kita dapat mengakses informasi secara interaktif melalui internet dan berpartisipasi dalam diskusi online sebagai warga internet yang dikenal sebagai netizen. Semakin banyaknya perusahaan multinasional juga mempengaruhi transformasi budaya dalam masyarakat karena adanya tuntutan budaya asing yang berupaya mendominasi konteks lokal secara tidak langsung. Sebagai contoh, pentingnya bahasa Inggris sudah tidak diragukan lagi karena membuka peluang karier yang lebih luas, baik di perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia maupun di luar negeri. Oleh karena itu, bahasa Inggris menjadi sorotan dan pertimbangan untuk dimasukkan ke dalam kurikulum sebagai mata pelajaran wajib.
Sumber: Pelatihan Mandiri - Merdeka Mengajar |
Sejarah Perkembangan Kurikulum
Perkembangan kurikulum di Indonesia telah melalui beragam fase yang mencerminkan dinamika perubahan sosial dan politik dalam negeri. Beberapa fase krusial dalam sejarah perkembangan kurikulum di Indonesia mencakup:
1. Rentjana Pelajaran (1947)
Rentjana Pelajaran 1947 adalah kurikulum pendidikan pertama di Indonesia setelah kemerdekaan, hal ini menandai transisi dari pendidikan yang berorientasi lebih kolonial Belanda dan Jepang menuju pendidikan yang menekankan karakter, nasionalisme, dan partisipasi masyarakat. Kurikulum ini menyusun daftar mata pelajaran, jam pengajaran, serta garis-garis besar pengajaran dengan pendekatan yang mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari dan lebih fokus pada pendidikan seni dan olahraga. Meskipun masih mencerminkan pengaruh sistem kolonial sebelumnya, kurikulum ini menegaskan pembentukan karakter bangsa yang merdeka, berdaulat, dan setara dengan negara lain yang sudah merdeka, serta memberikan akses yang lebih luas pada pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Intinya, kurikulum ini menekankan pada pembentukan karakter dan kesadaran nasional dengan mengadopsi Pancasila sebagai landasan pendidikannya. Meskipun belum sepenuhnya menekankan peningkatan pengetahuan dan keterampilan, kurikulum ini mencerminkan semangat perjuangan kemerdekaan dan usaha untuk membangun fondasi pendidikan yang sejalan dengan nilai-nilai nasional.
2. Rentjana Pendidikan Sekolah Dasar (1964)
Kurikulum 1964, juga dikenal sebagai Rentjana Pendidikan 1964, merupakan penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Dalam kurikulum ini, terdapat penekanan utama pada kebutuhan pengetahuan akademik di tingkat Sekolah Dasar (SD), yang dirinci dalam program Pancawardhana. Program ini menitikberatkan pada pengembangan moral, kecerdasan, emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Kurikulum ini dipengaruhi oleh situasi Indonesia yang mulai menuju zaman modern, sehingga pembelajaran dilakukan secara aktif, kreatif, dan produktif dengan orientasi pada pemecahan masalah. Selain itu, pemerintah menetapkan hari Sabtu sebagai hari krida untuk memberi kesempatan siswa berlatih seni dan olahraga sesuai minatnya.
3. Kurikulum Sekolah Dasar (1968)
Kurikulum 1968 muncul dengan tujuan yang lebih politis sebagai pengganti Rentjana Pendidikan 1964 yang dianggap hasil dari rezim Orde Lama. Tujuan kurikulum ini, yakni membentuk individu yang memegang nilai-nilai Pancasila, memiliki fisik yang kuat, dan meningkatkan kecerdasan serta keterampilan, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Dalam pelaksanaannya, kurikulum ini memberikan kebebasan kepada sekolah dengan hanya mencantumkan tujuan materi, metode, dan evaluasi secara nasional, sambil menyoroti pembinaan jiwa Pancasila dengan fokus materi yang lebih spesifik. Selain itu, kurikulum ini dianggap lebih mengedepankan materi teoritis yang kurang berkaitan dengan situasi kehidupan sehari-hari, dengan penekanan pada materi yang sesuai untuk meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan kesehatan fisik.
4. Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) (1973)
Kurikulum PPSP mengedepankan ke arah tujuan pendidikan yang terstruktur, yang mencakup tujuan nasional, institusional, kurikuler, serta pengajaran secara umum maupun khusus. Pendekatan yang bersifat integratif diimplementasikan dalam setiap mata pelajaran guna mendukung pencapaian tujuan yang menyeluruh. Selain berfungsi sebagai proyek model di berbagai IKIP di seluruh Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan secara bertahap sebelum diterapkan secara luas, PPSP juga memanfaatkan sistem modul dalam proses pembelajarannya untuk memastikan pencapaian pembelajaran yang komprehensif dan berkelanjutan. Dalam hal keefektifan, PPSP masih dianggap tidak layak secara finansial untuk diterapkan secara nasional. Lebih lanjut, kurikulum ini juga mengatur pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan terpadu guna memastikan pemahaman menyeluruh terhadap materi tersebut.
5. Kurikulum Sekolah Dasar (1975)
Kurikulum Sekolah Dasar menjadi pengganti kurikulum sebelumnya. Lebih lanjut, kurikulum ini difokuskan pada orientasi tujuan pendidikan yang terstruktur, mencakup tujuan nasional, institusional, kurikuler, serta instruksional umum dan khusus, yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pendekatan yang diterapkan adalah sistem instruksional yang dikenal sebagai Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI) dengan tujuan yang spesifik, terukur, dan dirumuskan dalam bentuk perilaku siswa. Kurikulum ini banyak dipengaruhi oleh pendekatan psikologi tingkah laku dengan stimulus dan respon, yang dicirikan oleh interaksi rangsang-jawab dan latihan. Setiap unit pembelajaran dijabarkan menjadi Tujuan Instruksional Umum (TIU), Tujuan Instruksional Khusus (TIK), materi pelajaran, alat pembelajaran, aktivitas belajar-mengajar, dan penilaian. Meskipun bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pendidikan, kurikulum masih memiliki kritik, yaitu membebani guru dengan detail perencanaan pembelajaran.
6. Kurikulum 1984 (1984)
Kurikulum 1984 berfokus pada pentingnya pendekatan keterampilan proses, sambil terus menegaskan pendekatan proses dalam pembelajaran. Kurikulum ini juga dikenal sebagai Kurikulum Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), mulai diterapkan secara nasional pada tahun 1984 setelah uji coba di beberapa sekolah. Meskipun berhasil dalam skala terbatas, implementasi nasional kurikulum ini menghadapi banyak hambatan. Banyak sekolah mengalami kesulitan dalam menafsirkan dan menerapkan CBSA dengan baik, yang tercermin dalam suasana gaduh di kelas akibat diskusi siswa dan kehadiran tempelan gambar. Peran guru juga mengalami perubahan signifikan, tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar tetapi memfasilitasi pembelajaran melalui diskusi dan berbagai sumber lainnya. Meskipun demikian, penolakan terhadap CBSA juga muncul sebagai akibat dari kesulitan dalam pelaksanaannya. Selain itu, kurikulum ini juga mengalami perubahan secara struktural, membagi mata pelajaran SMA menjadi Program A dan B untuk mengakomodasi minat dan bakat siswa, meskipun beberapa program belum dilaksanakan karena pertimbangan logistik.
7. Kurikulum 1994 (1994) dan Revisinya (1997)
Kurikulum 1994 dan revisinya pada tahun 1997 berupaya untuk memadukan elemen-elemen dari kurikulum sebelumnya, terutama Kurikulum 1975 dan 1984. Tujuan dari penyempurnaan ini adalah untuk mengakomodasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan peraturan pelaksanaannya. Beberapa aspek yang membedakan Kurikulum 1994 ini adalah orientasinya pada pencapaian kompetensi siswa secara individual dan klasikal, penggunaan metode bervariasi, serta penilaian yang menekankan pada proses dan hasil belajar. Selain itu, kurikulum ini juga memperkenalkan sistem caturwulan, menggantikan sistem semester, serta menekankan konten materi pelajaran yang padat. Namun, kurikulum ini mendapat kritikan karena dianggap terlalu berat dan padat, terutama karena penambahan muatan lokal seperti bahasa daerah dan kesenian. Perubahan ini memunculkan kebijaksanaan desentralisasi dalam pengaturan konten silabus, memberikan lebih banyak kewenangan kepada pemerintah daerah dan sekolah. Meskipun telah direvisi pada tahun 1997, perubahan terutama terkait dengan penambahan materi pelajaran, sementara inti dari kurikulum tersebut masih tetap dipertahankan.
8. Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (2004)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004 menjadi pengganti Kurikulum 1994. Hal ini juga menandai titik penting dalam transformasi pendidikan di Indonesia. KBK lahir sebagai tanggapan terhadap arahan dari Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999, yang menekankan pada adaptasi terhadap struktur pendidikan yang lebih beragam, serta memperhatikan aspek moral, akhlak, seni, dan olahraga, bersama dengan life skills yang kurang diperhatikan dalam kurikulum sebelumnya. KBK berfokus pada pencapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal, dengan fokus pada hasil belajar dan keberagaman. Dengan mengintegrasikan pembelajaran berbasis kompetensi dan pendekatan saintifik, kurikulum ini memberikan wewenang kepada sekolah untuk mengembangkan komponen kurikulum sesuai dengan keadaan dan kebutuhan peserta didik. Kegiatan pembelajaran dalam kurikulum ini menggunakan berbagai pendekatan dan metode, di mana guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber pengetahuan. Penilaian dalam kurikulum ini menitikberatkan pada proses dan hasil belajar, dengan struktur kompetensi dasar yang diuraikan dalam komponen aspek, kelas, dan semester. Melalui kurikulum ini, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia menjadi lebih terarah dan berkelanjutan, sesuai dengan prinsip otonomi sekolah dan pengembangan pembelajaran yang kreatif, yang sesuai dengan keunikan siswa di setiap wilayah.
9. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (2006)
Kemunculan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 menjadi poin penting dalam reformasi pendidikan Indonesia, menggantikan Kurikulum 1994. Kurikulum ini muncul sebagai respons terhadap arahan GBHN tahun 1999, yang mengedepankan pada perlunya penyesuaian terhadap keragaman sistem pendidikan serta pentingnya memperhatikan aspek moral, akhlak, seni, olahraga, dan life skills yang masih terabaikan dalam kurikulum sebelumnya. KTSP mengutamakan keterlibatan otonomi daerah dalam menyelaraskan kebutuhan unik sesuai dengan karakteristik lokal ke dalam penyelenggaraan pendidikan. Meskipun hampir serupa dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, penyusunannya lebih berfokus pada konsep desentralisasi dalam sistem pendidikan. Standar kompetensi dan kompetensi dasar ditetapkan oleh pemerintah pusat, sedangkan sekolah dan guru diharapkan dapat mengembangkan silabus dan penilaian sesuai dengan kebutuhan lokal. Sehingga, KTSP mendorong keberadaan fleksibilitas dan kreativitas dalam pengembangan kurikulum serta menempatkan tanggung jawab penyusunan kurikulum pada tingkat sekolah, dengan bimbingan dan pemantauan dari dinas pendidikan setempat.
10. Kurikulum 2013 (2013)
Kurikulum 2013, yang menggantikan KTSP, dianggap sebagai tonggak penting dalam reformasi pendidikan di Indonesia dengan fokus pada pencapaian kompetensi siswa dalam pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Kurikulum ini menitikberatkan pada pemerolehan kompetensi tertentu oleh peserta didik dengan menetapkan tujuan pembelajaran yang dapat diukur melalui perilaku atau keterampilan siswa. Tema utamanya adalah menciptakan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, dan afektif, sementara guru diharapkan mampu merancang pembelajaran yang efektif dan bermakna secara profesional. Penilaian dalam kurikulum ini mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang diterapkan di semua tingkat pendidikan. Kurikulum ini juga menyoroti pentingnya pengembangan model pembelajaran yang aktif dan kreatif serta menekankan kepentingan siswa dalam mencapai kompetensi sesuai dengan potensi individual mereka. Dengan demikian, Kurikulum 2013 dianggap sebagai penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya dengan mengintegrasikan pendekatan sentralistik dan desentralistik dalam pendidikan untuk mencapai tujuan pembelajaran secara holistik.
Bagaimana dengan Kurikulum saat ini?
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kurikulum terus berkembang mengikuti zaman. Pada awal tahun 2020, terjadi pandemi COVID-19 di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Hal ini berdampak besar terhadap dunia pendidikan. Indonesia benar-benar terkejut dengan fenomena ini karena terjadi pergeseran paradigma yang besar dalam dunia pendidikan. Tentunya, ketidaksiapan para pendidik menghadapi situasi ini juga mempengaruhi bagaimana kurikulum harus segera disesuaikan dengan situasi atau bahkan diganti dengan yang baru. Di sinilah terbagi dua kurikulum yang ada pada waktu itu, yakni Kurikulum Darurat dan Kurikulum Prototipe yang akhirnya menjadi resmi kurikulum baru, yaitu Kurikulum Merdeka.
1. Kurikulum Darurat (2020)
Kurikulum darurat, yang diimplementasikan karena kondisi Pandemi di tahun 2020, memberikan fleksibilitas kepada satuan pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan pembelajaran peserta didik, dengan penekanan pada kompetensi esensial yang merupakan prasyarat untuk pendidikan tingkat lanjut nantinya. Kurikulum ini merupakan Kurikulum 2013 dengan kompetensi dasar yang disederhanakan. Tujuan utamanya, yaitu untuk mengurangi beban pendidik dalam menerapkan kurikulum nasional serta memperhatikan penentuan kenaikan kelas dan kelulusan. Karakteristik utama dari kurikulum darurat meliputi kesederhanaan, kejelasan, prioritas, dan aktivitas. Sementara itu, dalam upaya memulihkan ketertinggalan pembelajaran, satuan pendidikan dapat mengembangkan kurikulum darurat dengan memperhatikan diversifikasi sesuai dengan kondisi, potensi daerah, dan peserta didik. Hal ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas bagi satuan pendidikan dalam menentukan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Dalam pelaksanaannya, satuan pendidikan dapat menggunakan buku teks pelajaran yang telah digunakan pada Kurikulum 2013 dengan memilih materi yang cocok dengan kompetensi yang disederhanakan. Pemerintah juga menyediakan modul pembelajaran literasi dan numerasi bagi siswa, orang tua, dan guru di tingkat SD untuk memfasilitasi pembelajaran peserta didik selama pandemi COVID-19. Singkatnya, modul ini dikembangkan dengan mengacu pada kompetensi dasar dalam penyederhanaan kurikulum, sambil memastikan bahwa kegiatan pembelajaran optimal untuk mencapai kompetensi literasi dan numerasi di semua mata pelajaran.
2. Kurikulum Prototipe - Kurikulum Merdeka Belajar (2022)
Kurikulum prototipe, yang pada akhirnya menjadi Kurikulum Merdeka Belajar adalah inisiatif yang diterapkan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran selama periode 2022-2024. Tujuannya adalah untuk memberikan fleksibilitas kepada sekolah dalam mengembangkan pembelajaran yang mendalam, sambil memperhatikan materi esensial dan pengembangan karakter peserta didik. Karakteristik utamanya termasuk pembelajaran berbasis proyek untuk pengembangan soft skills dan karakter siswa. Selain itu, kurikulum ini juga berfokus pada materi esensial untuk memungkinkan pembelajaran mendalam pada kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, serta fleksibilitas bagi guru dalam menyesuaikan pembelajaran dengan kemampuan dan konteks lokal. Kurikulum ini juga menyajikan beberapa perubahan signifikan, seperti tidak menetapkan jumlah jam pelajaran per minggu, menerapkan model pembelajaran kolaboratif, dan mengintegrasikan mata pelajaran IPA dan IPS menjadi satu yang kemduian disebut dengan IPAS. Implementasi Kurikulum Prototipe selama pandemi kemudian secara resmi menjadi Kurikulum Merdeka di tahun 2022, tetapi pemerintah tetap memberikan opsi kepada sekolah untuk memilih di antara Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, atau Kurikulum Merdeka sesuai dengan kesiapan masing-masing. Mendikbudristek, Nadiem Makarim, menegaskan bahwa Kurikulum Merdeka tidaklah wajib, melainkan opsional, dengan pilihan yang diberikan kepada sekolah untuk menyesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan mereka.
Itulah sejarah perkembangan bagaimana wajah pendidikan di Indonesia dilihat dari aspek kurikulumnya. Perubahan zaman tentunya membuat negara ini harus menyesuaikan sistem pendidikannya dengan tujuan melahirkan generasi penerus bangsa yang lebih kompeten mengikuti zamannya. Walaupun dihadapkan dengan berbagai tantangan yang luar biasa, seperti masalah pandemi COVID-19, dalam situasi ini negara juga mendapatkah hikmah besar dalam dunia pendidikan, yakni harus lebih siap dengan tantangan yang tidak terduga, terutama literasi teknologi yang menjadi skill yang sangat signifikan di masa pandemi ini karena pembelajaran daring menjadi salah satu strategi utama yang bisa dilakukan selama pandemi ini.
Referensi
Alhamuddin, A. (2014). Sejarah Kurikulum di Indonesia (Studi Analisis Kebijakan Pengembangan Kurikulum). Nur El-Islam, 1(2), 48-58.
Anonymous. (n.d.). Sejarah Kurikulum. Komunitas Pemerhati Pendidikan Indonesia. https://www.koperdi.or.id/home/sejarah-kurikulum
Anwar, R. (2020, December 17). Sejarah Perjalanan Kurikulum Pendidikan Indonesia. Binus University Character Building Development Center. https://binus.ac.id/character-building/2020/12/sejarah-perjalanan-kurikulum-pendidikan-indonesia/
Bevis, E. O., & Watson, J. (1989). Toward a caring curriculum: A new pedagogy for nursing.
Chodijah, I. (2022). Makna Kurikulum dalam Pendidikan. Merdeka Mengajar. https://guru.kemdikbud.go.id/pelatihan-mandiri/topik/6
Herliana, M. P. (2020). Pengembangan Kurikulum di Indonesia. Widyaiswara LPMP Aceh.
Hilabi, A. (2023, August 4). Sejarah Perkembangan Kurikulum di Indonesia Sejak Tahun 1947. Kompasiana Beyond Blogging. https://www.kompasiana.com/abdurrahman25132/64cb741708a8b5406b0d1fc2/sejarah-perkembangan-kurikulum-di-indonesia-sejak-tahun1947#
Iskandar. (n.d.). Perkembangan Kurikulum di Indonesia. LMS SPADA Indonesia. https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/722458/mod_resource/content/2/PERKEMBANGAN%20KURIKULUM%20DI%20INDONESIA.pdf
Moye, J. N. (2019). Learning differentiated curriculum design in higher education. Emerald Publishing Limited.
Muhammedi, M. (2016). Perubahan Kurikulum Di Indonesia: Studi kritis tentang upaya menemukan Kurikulum Pendidikan islam yang ideal. Jurnal Raudhah, 4(1).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). (2020). Curriculum (re) design from the OECD Education 2030 project. Overview brochure
Oktifa, N. (2022, February 28). Perbedaan Kurikulum darurat Dan Prototipe. Aku Pintar. https://akupintar.id/info-pintar/-/blogs/perbedaan-kurikulum-darurat-dan-prototipe
Pengelola Web Kemdikbud. (2022, January 18). Kurikulum Prototipe Utamakan Pembelajaran Berbasis Proyek. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2022/01/kurikulum-prototipe-utamakan-pembelajaran-berbasis-proyek
Pusat Kurikulum dan Pembelajaran. (n.d.). Kurikulum Darurat. Sistem Informasi Kurikulum Nasional. https://kurikulum.kemdikbud.go.id/kurikulum-darurat
Putra, I. P. (2022, February 11). Kurikulum prototipe Ganti Nama Jadi Kurikulum merdeka. medcom.id. https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/zNPm4Bzb-kurikulum-prototipe-ganti-nama-jadi-kurikulum-merdeka
Rachmawati, A. (2022, February 17). Menguak Paradigma Baru Kurikulum Prototipe (2022). Universitas Sebelas Maret. https://uns.ac.id/id/uns-update/menguak-paradigma-baru-kurikulum-prototipe-2022.html
Saptohutomo, A. P. (2022, February 13). Sejarah Pergantian Kurikulum di Indonesia. KOMPAS.com. https://nasional.kompas.com/read/2022/02/13/10180071/sejarah-pergantian-kurikulum-di-indonesia?page=all#
Simatupang, H., Simanjuntak, M. P., Sinaga, L., & Hardinata, A. (2019). Telaah kurikulum SMP di Indonesia. Pustaka Media Guru.
Sofyan, A. (2021). Kurikulum Prototipe, Suatu Pilihan dalam Pembelajaran Jarak Jauh. SMA Negeri 1 Manggar. https://www.sman1manggar.sch.id/read/745/kurikulum-prototipe-suatu-pilihan-dalam-pembelajaran-jarak-jauh
Tri, F. (n.d.). Kurikulum Prototype: Pengertian, Karakteristik, dan Tahapan Penerapannya. Guru Binar. https://gurubinar.id/blog/kurikulum-prototype-pengertian-karakteristik-dan-tahapan-penerapannya?blog_id=105
Warini, S., Putri, F., & Arifmiboy, A. (2023). Implikasi Landasan Historis Pengembangan Kurikulum PAI di Era Modern. El-Rusyd, 8(1), 22-31.
Widiatmaka, P. (2022). Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Pkn) di dalam Membangun Karakter Bangsa Peserta Didik. Civic Edu: Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 5(1), 1-10.
No comments:
Post a Comment