Dunia perkuliahan memang penuh dengan peluang-peluang yang dapat mengembangkan diri kita menjadi lebih baik lagi. Salah satunya, saya dulu sebagai seorang mahasiswa sungguh menemukan banyak sekali peluang, tetapi saya harus benar-benar selektif dan memprioritaskan mana yang lebih berkaitan dengan karir saya ke depannya. Setelah sebelumnya bercerita tentang Perjuangan di Balik Gelar Sarjanaku, di artikel kali ini, saya akan berbagi sedikit cerita bagaimana saya memanfaatkan salah satu peluang ketika saya sedang di bangku perkuliahan, bergabung dengan proyek mengajar Bahasa Inggris di Sukaraja, Tasikmalaya. Singkatnya, pada waktu itu, Edgar Brood Academic Chair (EBAC) sebuah lembaga yang didirikan oleh Ibu Ankje yang mana beliau merupakan seorang dosen dari Erasmus University dan juga seorang pengacara di Belanda. Pada akhir tahun 2018, EBAC mengumumkan di akun Instagram resminya bahwa dibutuhkan segera beberapa orang untuk mengajar di Sukaraja dengan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Tidak lama berpikir, saya langsung mempersiapkan diri untuk mencoba melamar menjadi guru di sebuah sekolah untuk pertama kalinya. Dalam hal kemampuan, saya masih terbilang berada dalam tingkat pemula karena di tahun 2018 ini saya belum mempelajari teori-teori mengajar secara spesifik dalam jurusan saya. Setelah saya dinyatakan diterima di proyek ini, saya mendapatkan pengalaman langsung ke lapangan bagaimana dunia mengajar itu sesungguhnya. Tentunya, hal ini membantu saya ke depannya seperti mengajar privat, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Pengenalan Lapangan Persekolahan (PLP). Saya tidak terlalu terkejut ketika menghadapi dunia mengajar di sekolah.
Seperti di artikel-artikel sebelumnya, saya akan memaparkan highlighted activities apa saja yang saya lakukan selama bergabung di proyek ini.
Meeting Pertama - Kak Lutfi, Deviyola, Mr. Nanak, Intan, dan Saya (2019) |
Rapat Terjadwal
Ketika saya sudah mendapatkan email bahwa saya diterima untuk mengajar di proyek ini, saya diundang untuk rapat perdana di kantor Public Advice (PA) Tasikmalaya. Di sini, saya bertemu dengan dua orang teman yang baru buat saya, yaitu Intan dan A Lutfi. Deviyola dan saya berada dalam kelas yang sama, jadi kita sudah kenal satu sama lain. Lalu, saya juga bertemu dengan dosen, Mr. Nanak, untuk ke sekian kalinya di sini. Pada dasarnya, selama kami bekerja di proyek ini, setiap bulannya ada kegiatan pertemuan ini untuk evaluasi dan perencanaan agenda-agenda selanjutnya. Di setiap pertemuan, saya betul-betul mendapatkan ilmu sedikit demi sedikit tentang bagaimana cara mengajar yang baik. Pada waktu itu, saya benar-benar tidak punya pengalaman mengajar di sekolah sama sekali. Saya sadar sekali bahwa ini merupakan kesempatan emas bagi saya untuk belajar dari seorang dosen lulusan University of Edinburgh. Tidak tahu bagaimana, saya benar-benar merasa bersyukur dapat dipertemukan dengan beliau. Sampai sekarang, beliau menjadi salah satu inspirator dalam hidup saya bagaimana beliau menata perjalanan akademiknya dari awal. Di sini, saya semakin yakin untuk terus bermimpi dan menjadi seseorang yang memberikan dampak positif untuk banyak orang seperti beliau.
Salah Satu RPP selama Saya Mengajar di Proyek Ini |
Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Hal lainnya yang saya lakukan, yaitu membuat RPP. Selama proyek ini, saya dan ketiga teman lainnya harus menyerahkan RPP beberapa hari sebelum mengajar di Google Drive. Kemudian, dosen kami akan mengoreksi dan memberikan umpan balik apa yang harus diperbaiki. Sebenarnya, saya sudah mengetahui cara mengetahui cara membuat RPP ini dari salah satu kursus yang ada di Coursera. Ya, hal ini sungguh membantu saya. Di sini, saya menggabungkan kerangka RPP yang sudah saya pelajari sebelumnya dengan kerangka yang diberikan oleh dosen saya. Dosen saya pernah mengatakan bahwa RPP atau lesson plan ini fungsinya, yaitu untuk membuat pengajaran kita lebih terarah. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa semua yang ada di RPP tidak harus dilakukan, yakni kita menyesuaikan dengan waktu dan situasi saja. Intinya, semuanya fleksibel, bahkan saya sendiri kadang-kadang menambahkan beberapa aktivitas yang tidak ada RPP tersebut. Luar biasanya lagi, ketika semester 5 tiba, ada mata kuliah yang bernama Reflective Microteaching. Di dalamnya, saya belajar tentang bagaimana cara membuat RPP yang baik dan praktik mengajar. Saya tidak begitu merasa khawatir lagi karena berbekal pengalaman yang saya sudah lakukan di proyek ini. Semuanya benar-benar ada di dalam mata kuliah ini. Inilah keuntungannya jika kita lebih siap dari awal, performa akademik kita juga akan lebih meningkat.
Anak-anak SD Kelas 4 - SDN 1 Sukapura (2019) |
Anak-anak SMP Kelas 8 - SMPN 1 Sukaraja (2019) |
Mengajar di Dua Sekolah pada Hari yang Sama
Pada waktu itu, masing-masing dari kami ditugaskan untuk mengajar di Sekolah Dasar (SD) selama selama 60 menit dan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 60 menit. Ketika pertama kali saya mengajar di kelas, saya benar-benar gugup dan sedikit syok dengan anak-anak yang semuanya cukup aktif. Setelah selesai minggu ini, saya mulai merefleksikan dan mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi. Ternyata, saya mulai paham bahwa anak-anak SD dan SMP memang masih cenderung lebih suka pembelajaran sambil bermain aktif di kelas. Di sini, saya memanfaatkan keadaan tersebut. Saya mulai membawa lagu anak-anak yang relevan dengan materi pembelajaran dan mengadakan permainan di dalam kelas. Alhasil, anak-anak semuanya bersenang-senang dengan aktivitas di kelasnya. Saya masih ingat, beberapa anak-anak ada yang sampai naik kursi. Saya sempat sedikit menegurnya untuk tidak sampai naik ke kursi, tetapi mereka tetap bernyanyi dengan lantang. 😂 Saya ikut tersenyum dan tertawa, lalu seketika saya ingat dengan apa yang saya rasakan ketika berada pada usia mereka. Di sini, saya juga mulai menyukai dunia mengajar salah satunya, yaitu melihat anak-anak belajar dengan senang dan semangat. Selain itu, bagi saya sendiri, pekerjaan mengajar ini ternyata lebih banyak bersenang-senang dengan anak-anak. Suatu pekerjaan yang sudah kita ketahui memang mulia dan ternyata asyik juga ya. 😁
Menjadi Master of Ceremony (MC) di Closing Proyek Sukaraja English Teaching |
Acara Penutupan
Tidak terasa, saya dan teman-teman sudah berada di penghujung pelaksanaan proyek mengajar ini. Beberapa hari sebelumnya, dosen kami dan juga kami berbagi tugas untuk mempersiapkan acara penutupan di sekolah. Kami melakukan beberapa aktivitas seperti pergi ke toko alat tulis dan kertas, membingkis hadiah, dan lainnya. Singkatnya, pada waktu itu, di SD hanya diadakan kejuaraan dan bernyanyi bersama di lapangan depan sekolah. Selanjutnya, di SMP, kami mengadakan perlombaan Bahasa Inggris untuk anak-anak. Saya dan Deviyola menjadi MC, sementara Intan, A Lutfi, dan Mr. Nanak menjadi juri dari perlombaan tersebut. Saya melihat ada salah satu anak saya yang menangis pada waktu itu, ketika mereka sedang menyanyikan sebuah lagu perpisahan semuanya. Saya sadar bahwa aktivitas yang biasanya kita lakukan setiap minggunya akan berhenti dan tidak ada keseruan lagi seperti biasanya di kelas. 😭 Setelah acara selesai, kami tidak langsung pulang, melainkan makan bersama dengan guru-guru lainnya di sebuah rumah makan lesehan yang tidak begitu jauh dari sekolah tersebut. Setelah selesai makan siangnya, kami berpamitan kepada guru-guru di sekolah sana.
Selama saya bergabung di proyek mengajar ini, saya sungguh tidak menyesal. Saya menemukan pandangan baru dan saya sadar bahwa anak-anak kecil seperti mereka merupakan modal berharga untuk nusa, bangsa, dan agama. Di usia emas seperti mereka juga, ini merupakan waktu yang tepat sekali untuk mengarahkannya ke hal-hal positif yang dapat menolong masa depannya. Setidaknya ada beberapa hal yang dapat saya refleksikan dari kegiatan proyek mengajar ini, yaitu sebagai berikut.
Mengajar di Kelas 8 SMPN 1 Sukaraja (2019) |
Praktik Itu Sangat Penting
Tidak berhentinya saya mengatakan bahwa praktik itu penting. Ini benar-benar terjadi pada saya. Dahulu, sebelum memang saya sudah mempunyai pengalaman mengajar privat, tetapi ketika saya masuk ke kelas dengan jumlah murid sekitar 30-an bukanlah hal yang mudah. Terlebih, saat itu, saya setidaknya sudah membawa kepercayaan diri dengan berdasarkan pada RPP yang sudah saya buat. Ternyata, ketika di kelas banyak sekali hal yang tidak sesuai dengan apa yang saya harapkan. Misalnya, mulai dari pemberian materi yang terlalu sulit sampai baju basah karena keringat. 😂 Namun, seiring berjalannya waktu, saya memperbaikinya sedikit demi sedikit seperti menyederhanakan materi pengajaran dan membawa tissue saat mengajar. Udara di Sukaraja memang luar biasa panasnya, terutama kami pada waktu itu, mengajar dari tengah hari sampai sore. Lebih lanjut, praktik juga sangat membantu saya ketika saya berhadapan dengan karir-karir saya ke depannya terutama ketika mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Ketika saya masuk dan mengajar di SMK, saya tidak terkejut lagi karena saya sudah terbiasa berhadapan dengan banyaknya anak-anak di kelas. Satu hal lagi, tentunya, pengalaman-pengalaman ini dapat menjadi portfolio kegiatan mengajar saya untuk keperluan jika suatu saat ingin melamar bekerja yang memerlukan pengalaman mengajar Bahasa Inggris.
Berfoto dengan Salah Satu Anak Didik Saya, Andre (2019) |
Siapa Lagi Kalau Bukan Anak-anak Kita?
Saya berpikir bahwa adanya proyek seperti ini tidak lain mempunyai tujuan intinya, yaitu mengubah dunia lebih baik. Ya, anak-anak merupakan aset masa depan bangsa yang mana tanggung jawab akan mereka pikul suatu saat. Keras dan kompetitifnya dunia karir suatu saat akan mereka rasakan. Setidaknya, dengan membekali mereka dengan semangat belajar Bahasa Inggris, suatu saat mereka akan mampu terlibat dalam hal yang bersifat internasional. Merekalah yang akan mengenalkan dan membawa kebudayaan Indonesia ke mata dunia. Bahkan, dalam hal agamapun, dengan mengetahui Bahasa Inggris setidaknya mereka dapat menimba ilmu agamanya lebih luas lagi. Seperti yang saya alami sekarang, lantas mempelajari agama semakin mudah karena dengan mengetahui Bahasa Inggris. Saya dapat menambah referensi pembelajaran agama di internet lebih banyak. Walaupun saya tahu persis bahwa adanya Bahasa Asing masing sering dikaitkan sebagai imperialisme bahasa. Namun, hal itu tergantung bagaimana pendidik dan orang tua yang mendidik anak-anaknya. Contoh kecilnya, ketika saya di kelas, saya selalu mengaitkan materi pembelajaran Bahasa Inggris dengan sesuatu yang berkaitan dengan kebudayaan Indonesia seperti teks prosedur tentang kerajinan di Indonesia, teks deskriptif tentang tempat-tempat wisata di Indonesia, dan sebagainya. Hal tersebut terlihat sepele, tetapi akan membekas pada anak-anak bahwa mereka punya identitasnya sendiri jika suatu saat pergi ke ranah internasional.
Farewell Dinner (2019) |
Menikmati Prosesnya
Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, saya sempat mengalami rasa gugup dan syok luar biasa ketika berada di depan anak-anak. Namun, saya tahu bahwa ini merupakan kemampuan yang akan diperlukan nanti suatu saat untuk mencapai karir yang saya inginkan. Lebih jelasnya, puncak karir yang saya inginkan masih akan berkaitan dengan dunia pendidikan. Jadi, saya harus tetap belajar sehingga suatu saat akan menjadi seseorang yang profesional dalam bidang ini. Setelah empat bulan berlalu begitu cepat, dosen kami mengadakan pertemuan terakhir dengan saya dan teman-teman saya. Di sana, kita berbicara tentang apa yang kami sudah dapatkan selama berada di proyek tersebut. Tentunya, saya pribadi mendapatkan banyak hal tentang dunia mengajar dan lebih percaya diri ke depannya mengajar di sekolah dengan banyaknya anak-anak. Saya sungguh menikmati prosesnya, bahkan saya menganggap hal tersebut hanya sebuah hobi dan sebuah permainan untuk mencapai mimpi saya. Kalian pernah bermain game yang di dalamnya terdapat misi-misi yang harus diselesaikan? Ya, saya juga memainkan salah satu permainan tersebut kala itu. Tidak berbeda jauh, sekarang juga, saya sedang menjalankan misi-misi tersebut. Kalau kita ambil pelajarannya, hidup kita memang sudah penuh dengan misi-misi yang harus dijalankan supaya menjadi sebuah cerita yang menarik dan inspiratif untuk diceritakan kepada anak-anak kita suatu saat.
Pembagian Sertifikat Sukaraja English Teaching Project (2019) |
Kalau Sesuai, Ambil Saja!
Alasan terbesar saya melamar untuk bergabung proyek ini karena saya tahu persis bahwa karir yang saya inginkan akan memerlukan kemampuan ini. Jadi, ini sudah menjadi salah satu keputusan matang untuk saya pada waktu itu. Jujur saja, saya bergabung dan semangat belajar karena salah satu alasannya yang bersifat politis, yakni ingin mendapatkan karir impian saya. Contoh lainnya, saya mengikuti kursus-kursus online, bergabung himpunan mahasiswa, menjadi MC, dan lainnya, itu semua tidak lain demi karir impian saya. Semakin besar mimpi kita, semakin banyak usaha yang diperlukan untuk mendapatkannya. Namun, satu hal yang perlu diingat. Setiap orang memiliki kapasitasnya masing-masing, tetaplah mengelola waktu dan diri sebaik mungkin. Contohnya, peduli terhadap kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan dan memerlukan perjuangan juga. Tidak semuanya hanya tentang uang, inti dari semuanya adalah tentang perjuangan kita sendiri. Seberapa besar komitmen kita terhadap mimpi-mimpi kita. Janganlah kita ingin disebut sebagai generasi Stroberi, terlihat indah, tetapi mudah hancur. Kita coba memandang hidup di bumi ini sebagai suatu petualangan dan Allah sudah menyajikan tantangan-tantangan yang memang harus kita hadapi. Tetap berusaha untuk belajar dan memperbaiki diri, itulah kuncinya. Seru bukan? ya, seperti di dalam game, tidak berbeda jauh. Kita adalah karakter utama di dalam game kehidupan kita sendiri. 😁
Itulah serangkaian pengalaman dan pelajaran yang saya dapatkan selama mengikuti proyek ini. Untuk kalian, jika ada beberapa kesempatan apapun itu, segera pertimbangkan dan ambil keputusannya. Kalau tidak cepat, kesempatan tersebut akan hilang. Kita bahkan tidak mengetahui apakah kesempatan tersebut akan datang lagi atau tidak. Sungguh semuanya ada di tangan kuasaNya. Selamat bertindak dan selamat berjuang di jalannya masing-masing. Semoga kalian juga dapat menggapai impian kalian suatu saat. Salam Pendidikan! ✊
No comments:
Post a Comment