Setelah bercerita panjang di postingan sebelumnya tentang Hikmah Gap Year, Ngapain Aja?. Di postingan sekarang, saya akan menceritakan bagaimana saya mengalami hal-hal unik sebagai seseorang yang terbiasa hidup di kampung dan mulai beradaptasi dengan lingkungan perkotaan. Tentunya, banyak hal-hal unik bagi saya sendiri karena ini merupakan salah satu transisi terbesar dalam kehidupan. Bukan semata-mata hanya ingin menceritakan hal-hal pribadi, tetapi yang paling utamanya, saya berharap sobat Caravel mendapatkan setidaknya beberapa hal yang bermanfaat juga dari pengalaman saya tersebut.
Ketika saya sudah dinyatakan lulus SBMPTN, kemudian langkah selanjutnya adalah saya kembali lagi ke kampus untuk melakukan daftar ulang. Karena saya masih ingat, dulu, salah satu pembahasan dari kursus persiapan untuk melangkah ke dunia perkuliahan, salah satunya adalah melakukan tour kampus sendiri. Jadi, saya memanfaatkan momen daftar ulang ini untuk keliling-keliling kampus sendiri juga. Setelah hari pendaftaran ulang tiba, saya pergi ke kampus untuk pertama kalinya diantar oleh sepupu saya. Selain itu, saya juga sempat meminjam sepatunya dikarenakan saya belum punya sepatu yang begitu baik untuk dipakai ke kampus. Sungguh bahagia yang tidak dapat diungkapkan rasanya karena saya sudah menjadi bagian dari kampus tercinta ini. Selanjutnya, ketika saya sudah sampai di sana, saya sempat bertemu dengan salah satu teman saya. Setelah selesai mengobrol beberapa menit dengan dia, saya lanjut ke gedung utama untuk mengambil nomor pendaftaran, saya masih ingat nomor pendaftaran ulang saya ke-594 yang mana saya harus menunggu lama di sana.
Selama menunggu panggilan untuk pendaftaran ulang, saya menunggu di luar beberapa jam. Tentunya, saya tidak diam begitu saja, saya mulai berkenalan dengan beberapa mahasiswa yang juga sambil menunggu panggilan di sana. Lucunya, saya tidak bertemu dengan mahasiswa yang sama dari program studi Pendidikan Bahasa Inggris, padahal saya ingin sekali kenalan juga dengan teman yang mempunyai ketertarikan di bidang yang sama. 😆 Di samping itu, tidak lupa dengan rencana yang sudah saya tuliskan sebelumnya, yaitu saya berinisiatif untuk jalan-jalan keliling kampus. Selama di perjalanan, saya mengamati lingkungan sekitar sambil berkata dalam hati "oh jadi ini kampusnya tuh". Tidak lama kemudian, setelah kembali ke depan gedung utama, nomor saya dipanggil oleh petugas yang menunggu di depan gedung. Lalu, saya masuk dan mengisi beberapa formulir, diukur untuk keperluan jas almamater nanti, sampai diberikan dasi dari petugas yang sudah menunggu di luar. Setelah semuanya beres, akhirnya, saya pulang dan sudah ada mamake menjemput di sana. Sebelum pulang, tidak lupa saya berfoto untuk pertama kalinya di depan taman kampus tersebut. 😁
Foto saat Pendaftaran Ulang SBMPTN (2017) |
Setelah Bulan Agustus datang, saya melakukan persiapan untuk pergi ke Kota Tasikmalaya untuk mulai hidup ngekos sendirian. Namun, sebelum itu, mamake sempat mengobrol dengan tetangga di kampung bahwa tetangga saya tersebut ternyata mempunyai kosan di Tasik. Alhasil, saya memutuskan untuk ngekos di sana dengan harga yang murah pula. 😌 Selain itu, hal penting lainnya yang perlu saya persiapkan dulu untuk kuliah, yaitu alat-alat tulis. Saya masih ingat, dulu sebelum saya berbelanja, saya melihat-lihat dulu di Internet salah satunya dari situs WikiHow tentang apa saja yang harus saya beli untuk nanti kuliah. Pada waktu itu, ketika saya hendak pergi, saya tidak terlalu membawa peralatan begitu lengkap, yang penting alat-alat pokok untuk kuliah saja dulu. Kemudian, barang-barang lainnya yang dibutuhkan akan diantarkan oleh tetangga saya yang tadi memiliki kosan tersebut. Lebih jelasnya, mamake akan menitipkan barang-barang tersebut seperti karpet kecil, selimut, dan sebagainya.
Hari untuk berangkat ke Tasik telah tiba, saya berangkat dengan mamake ke kosan tersebut dan sesampainya di kosan, kami membereskan dan membersihkan ruangan kosan tersebut. Selain itu, saya juga mulai menata barang-barang kuliah untuk keesokan harinya. Setelah beres semuanya, mamake pulang sendiri. Lalu, setelah beberapa jam kemudian, rasa lapar muncul, karena pada waktu itu saya belum punya alat untuk menanak nasi, saya harus membeli lauk sekaligus dengan nasinya dari warung terdekat. Pada awalnya, saya selalu mencuci piring dan lumayan malas juga. Jadi, saya membeli banyak kertas nasi supaya nantinya saya tidak perlu mencuci piring, lumayan menghemat energi juga. 😆 Hal lainnya yang saya rasakan pas pertama kali hidup ngekos, saya masih bingung dan malu-malu untuk bersosialisasi dengan teman-teman, tetapi seiring berjalannya waktu, saya mulai mengenal mereka satu per satu. 😁
Acara Ngaliwet di Kosan Teman (2017) |
Setelah beberapa bulan, saya berinisiatif untuk mulai memanfaatkan dapur yang tersedia di kosan tersebut. Saya membeli stok makanan mentah untuk nanti masak di warung terdekat. Ini merupakan titik awal saya semakin terbiasa memasak. Jadi, kalau ditanya sekarang bisa masak atau enggak, alhamdulilah bisa masak, bukan cuma masak mie saja (skill lazim buat anak kosan) 😂. Ya, saya sendiri membeli satu kardus mie untuk dikonsumsi jika sewaktu-waktu uang hampir habis (biasanya kalau akhir bulan wkw) atau kalau lapar di tengah malam. Hal yang paling menggelikan buat saya sendiri, yaitu karena saya dari kampung dan tidak terbiasa sendiri belanja ke ****mart, saya sempat benar-benar overthinking karena khawatir ketika mendorong/menarik pintu salah. 😂 Namun, karena saya berpikir lagi bahwa saya tidak bisa selamanya begini dan akhirnya, memberanikan diri pergi ke sana. Ternyata, di sana sudah ada kata "Dorong" dan "Tarik". Ini benar-benar pengalaman unik sekali dan juga menjadi pelajaran besar buat saya.
1. Menghemat itu Penting
Sudah tidak perlu ditanyakan lagi, hidup sendiri perlu yang namanya hemat, terlebih, saya merupakan penerima Bidikmisi pada waktu itu. Di awal semester uang saku masih diberikan per bulan sekitar Rp. 700.000. Tentunya, dengan nominal tersebut, saya harus menghemat dalam hal belanja kebutuhan. Alhamdulilah, peran orang tua tentunya masih terlibat di sini. Almarhum Bapak di awal semester sering memberikan beberapa kilo beras dan sekantung telur. Selain itu, mamake juga sering mengirimkan beras ke saya dan apabila di akhir bulan, jika uang saya benar-benar habis, saya terkadang meminta ke orang tua Rp. 100.000 sebagai uang darurat sembari menunggu pencairan Bidikmisi selanjutnya. Di samping itu, alhamdulilahnya, mamake masih mampu membayarnya, dulu kosan yang saya diami harganya sekitar Rp. 320.000. Di sini saya mulai merasa malu dengan diri sendiri yang masih belum bisa mandiri sepenuhnya. Awal sendiri hidup di kota memang masih terasa belum terbiasa dan belum siap. Namun, dulu saya berpikir "ya mau gimana lagi? ini kehidupan sesungguhnya kalau mau belajar jadi orang yang lebih dewasa".
2. Kalau Sendiri, Harus Siap Mandiri
Selanjutnya, saya juga belajar banyak ketika hidup sendiri, kalau benar-benar kita nikmati banyak pelajarannya, terutama mengajarkan saya makna pentingnya untuk menjadi seseorang yang independen. Suatu saat saya diberikan ujian dalam kesehatan, saya dulu sempat demam tinggi. Dulu, ketika saya berada di rumah, orang tua saya ada untuk saya dan membelikan obat dan makanan-makanan lainnya. Namun, ketika saya hidup sendiri dan jatuh sakit, kalau sakitnya tidak terlalu begitu parah. Saya memaksa diri untuk tidak menelepon mereka, saya berkata dalam hati "Lah, ini baru segini, harus kuat, apalagi mereka nanti tidak akan ada selamanya untuk saya, jadi harus mulai terbiasa". Saya dulu membeli makan dan obat di warung terdekat dan istirahat seharian penuh dan berhenti dari semua aktivitas akademik selama kurang lebih dua hari. Kemudian, setelah dua hari tersebut, saya alhamdulilah sudah sembuh. Jadi, pada momen tersebut saya mengambil pelajaran besar, kalau masih bisa diatasi sendiri, berusaha dulu saja. Jangan sedikit-sedikit cengeng lapor orang tua. Selain itu, saya belajar bahwa kesehatan itu mahal dan benar-benar harus dijaga. Alhamdulilah selama saya tinggal sendiri ngekos, saya tidak mengalami sakit berat sampai harus memberitahu orang tua saya dan bahkan sakitpun jarang, paling demam, sakit perut, dan flu yang terkadang menyerang badan saya.
3. Sendiri Berarti Harus Berani
Pelajaran berharga seterusnya, yaitu saya harus berani, kalau tidak berani, tidak akan ada kemajuan. Sebenarnya banyak sekali yang mendorong saya untuk berani menghadapi tantangan-tantangan selama hidup sendiri. Contoh kecilnya, seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, saya merasa takut untuk pergi ke ****mart. 😂 Ketika saya takut pergi ke sana, saya berpikir "Kalau terus takut begini, mau kapan lagi? sekarang banyak keperluan juga yang harus dibeli". Rasa 'perlu' tersebut menguatkan saya untuk lebih berani. Kemudian, contoh yang lebih besarnya, yaitu ketika awal kuliah, saya tidak terbiasa presentasi di depan kelas dan saya juga tidak terbiasa menggunakan Bahasa Indonesia. Namun, seperti sebelumnya, saya selalu berpikir "Kalau terus takut, mau kapan lagi? apalagi mimpi ke depannya ingin jadi pendidik, saya harus berani, gak peduli salah atau gimana, yang penting lakukan saja". Semua hal didasarkan hanya dengan modal berani yang kemudian membentuk kebiasaan, bahkan hingga sampai detik ini saya sudah terbiasa berbicara di depan umum. Dari semua hal, yang mendorong saya untuk berani, salah satunya adalah saya merupakan penerima Bidikmisi. Dengan mengingat hal tersebut, secara otomatis, saya juga teringat orang tua saya. Ketika saya mengeluh, mereka berkeringat mengharapkan yang terbaik bagi anaknya yang menimba ilmu di sana. Jadi, saya harus lebih bersyukur dan berusaha.
Berbicara di Depan Umum - Konferensi Internasional (2018) |
Berbicara di Depan Umum - Mashudi Awards (2019) |
4. Sabar Kuncinya
Terakhir, saya belajar bahwa semuanya adalah masalah waktu. Seiring berjalannya waktu, memang benar, apapun hal tersebut, baik suka maupun duka, selalu ada pelajaran yang dapat dipetik. Lebih lanjut, siapa saya sekarang adalah apa yang saya pernah lakukan dulu. Kala itu, saya juga sudah berpikir demikian, bahwa saya membangun masa depan saya dengan apa yang saya lakukan sekarang dan hal tersebut memang terbukti. Sabar dan memiliki target hidup jelas mempermudah hidup saya dan membuat saya tetap semangat juga menjalani kehidupan. Tentunya, sebagai manusia biasa, saya juga pastinya pernah berada dalam situasi di mana saya sudah merasa berada di titik lelah dan tidak semangat. Namun, saya berpikir kembali, inilah namanya hidup, orang tua saya lebih susah membesarkan saya bahkan sampai detik ini masih ada beberapa campur tangannya. Itu merupakan kesabaran luar biasa dari mereka dan sudah seharusnya saya menikmati dan bersabar menjalani semua ini. Intinya, saya tidak ingin kalah dengan perjuangan dan kesabaran orang tua, saya juga bisa seperti mereka. Mereka hebat, saya juga punya kesempatan untuk menjadi orang hebat seperti mereka.
Kesimpulan yang dapat saya ambil di sini adalah hidup sendiri sudah memberikan pelajaran yang banyak. Internalisasi akan nilai-nilai dari setiap momen baik atau buruk merupakan hal yang sangat penting sekali. Saya memiliki tanggung jawab besar terhadap hidup saya sekarang, saya bebas memilih akan pergi ke mana saya dan apa keputusan yang saya ambil. Saya benar-benar memegang kendali terhadap diri saya sendiri. Begitu juga dengan kalian. Kalian punya kendali penuh terhadap kehidupan kalian. Jadi, desainlah cerita kalian juga seindah mungkin. Mudah-mudahan ada hal bermanfaat yang dapat diambil dari pengalaman yang sudah saya bagikan ini. Sampai jumpa di postingan selanjutnya. 😇
No comments:
Post a Comment