Selamat datang kembali sobat Caravel semuanya, untuk pertama kalinya di postingan kali ditujukkan untuk beberapa dari kita yang berprofesi sebagai pendidik. Tentunya menjadi seorang pendidik merupakan salah satu karir yang menantang karena di sini kita sebagai pendidik yang akan menjadi model atau teladan bagi anak-anak kita. Dalam mendidik anak-anak, kesabaran juga menjadi salah satu sifat yang harus kita tanamkan ketika menjadi seorang pendidik karena setiap individu tentunya memiliki karakter yang berbeda-beda.
Jika kita membuat sebuah perumpamaan, mengajar itu seperti bagaimana kita mempersembahkan sebuah makanan kepada orang yang akan mengonsumsi makanan tersebut. Lebih jelasnya, ketika seorang guru mulai mengajar di dalam kelas, yang diperhatikan utama oleh siswa-siswanya adalah cara menyampaikan materi tersebut kepada siswa. Sebuah studi yang sangat kontroversial pada waktu itu dilakukan oleh Dr. Nalini Ambady dan Dr. Robert Rosenthal (1993) dari Harvard University. Beliau menyatakan bahwa siswa dapat mengamati dan memprediksi guru mana yang baik dan kurang baik. Yang membuat kontroversialnya adalah waktu yang diperlukan siswa untuk menentukan hal tersebut. Percaya atau tidak, siswa dapat menentukan mana yang baik dan kurang begitu baik hanya dalam waktu 6 detik. Mereka secara akurat dan benar memprediksinya berdasarkan bukti dari nilai yang mereka dapat dan bagaimana pengajar tersebut dan penilaian administrasi dari pengajar tersebut.
Dalam mengajar terkadang ada kebingungan karena pada faktanya ada beberapa guru yang mengedepankan materi dan ada pula yang memprioritaskan teknik mengajar. Lalu yang mana kita harus prioritaskan? Dr. Shane Dixon dari Arizona State University, beliau menjelaskan bahwa ketika pertama kali mengajar yang sebenarnya mereka perhatikan adalah kita yang mana meliputi cara kita mempresentasikan materi, teknik mengajar, cara berdiri, dan sebagainya yang terlihat oleh siswa. Jadi, maksudnya adalah seberapa enak makanan yang kita buat, cara kita mempersembahkan makanan tersebut juga merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan pembelajaran di dalam kelas dalam hal ini motivasi siswa untuk belajar.
Dalam mengajar, sebenarnya kita harus menyeimbangkan antara materi dan teknik mengajar. Beberapa kasus, seorang pendidik di tingkat universitas biasanya akan lebih memprioritaskan materi daripada teknik mengajar atau sederhananya disebut sebagai metode ceramah. Alasannya bisa karena beberapa faktor meliputi latar belakang pendidik sebagai ahli dalam bidangnya seperti peneliti, penulis karya ilmiah. Meskipun demikian, membuat lingkungan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan dan sesuai dengan ekspektasi peserta didik sangat penting untuk dijadikan bahan pertimbangan. Coba perhatikan gambar beserta penjelasan poin-poin berikut.
1. Low Technique - High Content
Beberapa pendidik dalam ruang lingkup universitas atau lembaga pendidikan tinggi lainnya, biasanya mereka sangat memperhatikan kualitas materi yang akan disampaikan kepada peserta didiknya. Salah satu kemungkinannya adalah mereka di sana hanyalah memberikan materi dan tugas peserta didik adalah memahami materi yang diberikan. Coba kita refleksi diri saat kita masih di bangku kuliah dan terkadang kita bertemu dengan beberapa dosen yang sebagian besar menerapkan metode ceramah. Sementara itu, dalam hal teknik mereka tidak terlalu memperhatikan karena mereka merupakan peserta didik dewasa dan bahkan sudah seharusnya merdeka dalam belajar. Namun, yang masih menjadi isu di sini, yaitu ketika mereka terlalu fokus memperhatikan materi sehingga mengabaikan pentingnya kenyamanan peserta didik dalam memahami materi atau dalam hal ini teknik mengajar yang digunakan kurang variatif dan kurang mendorong siswa untuk lebih aktif dalam belajarnya.
2. High Technique - Low Content
Selanjutnya, beberapa pendidik dan biasanya ini terjadi di tingkat Taman Kanak-kanak (TK). Mereka sebagian besar harus mempunyai teknik mengajar yang benar-benar variatif. Peserta didik di umur yang masih dini ini tidak akan mungkin hanya menggunakan metode ceramah melainkan aktivitas-aktivitas selama pembelajaran harus menyenangkan dan mendorong anak-anak untuk meningkatkan rasa ingin tahu dan belajar lebih lagi. Namun, permasalahan yang muncul adalah ketika pendidik harus mengikuti buku yang sudah disediakan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sehingga mereka sangat tidak leluasa dalam menggunakan sumber materi pembelajaran. Hal ini menyebabkan pendidik lebih fokus ke teknik mengajar daripada materi pembelajaran.
3. Low Technique - Low Content
Sayangnya, masih ada beberapa pendidik yang mana mereka seakan-akan membuat kelas menjadi terlihat fun dengan adanya permainan-permainan atau bercerita, peserta didik bisa saja tertawa banyak di dalam kelas, tetapi pemahaman yang didapat oleh peserta didik dari pembelajaran hanya sedikit atau tidak ada sama sekali. Permainan atau cerita memang merupakan salah satu teknik, tetapi dalam kasus ini adalah permainan atau cerita yang tidak relevan dengan tujuan pembelajaran. Ini akan menghasilkan pemahaman yang tidak sesuai dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan sebelumnya.
4. High Technique - High Content
Terlepas dari ketiga poin di atas, beberapa pengajar ada yang sudah menerapkan teknik-teknik efektif dalam mengajarnya dan juga kabar baiknya adalah materi yang digunakannya juga berkualitas sehingga tujuan pembelajaranpun dapat tercapai sesuai ekspektasi. Inilah yang menjadi target kita bagimana untuk menyemimbangkan antara teknik dan konten pembelajaran. Poin yang terpenting di sini adalah kita tidak hanya menjadi seorang pendidik yang hanya berusaha menyenangkan siswa, tetapi juga membantu mereka mencapai tujuan pembelajaran yang sudah diberikan.
Itulah postingan pertama ini, pada intinya kita harus mengingat kembali bahwa cara kita mempersembahkan makanan (teknik) dan kualitas makanan tersebut (konten) merupakan hal penting yang perlu kita perhatikan dalam mengajar. Kita harus mulai memikirkan bagaimana caranya untuk menemukan happy balance tersebut. Di postingan selanjutnya kita akan membahas lebih spesifik beberapa teknik mengajar yang efektif dan dapat kita terapkan di dalam kelas. Sampai jumpa di postingan selanjutnya. 😁
References
Ambady, N., & Rosenthal, R. (1993). Half a minute: Predicting teacher evaluations from thin slices of nonverbal behavior and physical attractiveness. Journal of personality and social psychology, 64(3), 431.
Dixon, S., Haraway, A. M., Gracia, E., Shewell, J., & Cinco, J. (n.d.). Arizona State University TESOL. Coursera. https://www.coursera.org/professional-certificates/arizona-state-university-tesol.
No comments:
Post a Comment