Ketika kita sudah berhasil melewati tahapan seleksi-seleksi untuk masuk sebuah universitas, tentunya akan ada tantangan kita selanjutnya yang akan muncul lagi, yaitu bagaimana kita memaksimalkan studi kita selama kita berada di universitas. Hal pertama yang perlu kita prioritaskan ketika kita akan masuk dunia perkuliahan adalah mengenal budaya akademik. Menurut Brick (2011) kultur akademik merujuk pada sikap-sikap, nilai-nilai, dan cara berperilaku dalam lingkungan akademik seperti dalam konteks kita sekarang, yaitu universitas. Nah, sekarang kita lihat lebih jauh apa kultur akademik itu menurut para akademisi dari University of Sydney.
Pertama, Patrick Pheasant, Director, The University of Sydney Centre of Language Teaching, beliau menganalogikan budaya akademik seperti sebuah bawang di mana setiap lapisan merupakan nilai yang kita bentuk di lingkungan akademik tersebut.
Lapisan paling luar merepresentasikan lingkungan di mana kita berada dan identitas yang dibentuk oleh setiap individu biasanya lebih visibel, sebagai contohnya adalah bahasa apa yang kita gunakan, buku apa yang sering kita baca, berapa banyak bahasa yang kita kuasai, baju apa yang sering kita pakai, dan makanan apa yang sering kita makan. Hal tersebut akan menjadi identitas visibel yang kita bangun selama kita berada di lingkungan akademik maupun luar akademik. Selanjutnya, lapisan semakin menengah menggambarkan tindakan-tindakan yang masih dapat terlihat, tetapi mencerminkan attitude kita di mata orang lain. Contohnya, setiap hari kita berjabat tangan dengan orang lain jika bertemu, menyapa dengan mengatakan "Yo man!", atau tindakan khas lainnya itu akan membangun identitas kita dan menjadi penilaian dalam ruang lingkup akademik. Terakhir, bagian inti dari bawang merupakan nilai inti yang kita miliki juga yang meliputi apa program studi yang kita pilih, gaya kepemimpinan yang kita miliki, konsep diri sendiri, cara kita memecahkan masalah, cara kita berargumen dan lainnya.
Kemudian, Professor Adam Bridgeman, Director, Educational Innovation, The University of Sydney, menjelaskan bahwa kehidupan pada jenjang perkuliahan semuanya adalah tentang bagaimana kita mengungkapkan ide-ide yang kita miliki tentang pengetahuan yang sudah ada dan diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan yang baru. Jadi, ketika kita sedang berdiskusi dengan teman-teman atau dosen di lingkungan akademik, sangatlah penting untuk selalu memberikan rujukan atau referensi dari mana ide-ide tersebut berasal atau sederhananya kita tidak boleh mengungkapkan ide-ide atau pandangan tanpa ada dasar dari mana ide atau pandangan itu berasal.
Apakah pendapat tersebut murni hasil pemikiran sendiri? atau pendapat tersebut merupakan pendapat orang lain? Jika ingin mengutip perkataan orang lain, kita harus menyertakan nama orang tersebut karena itu akan mempengaruhi reliabilitas pendapat kita. Di samping itu, dari mana dan siapa ide itu didapat dan apakah sumber tersebut cukup reliabel atau tidaknya merupakan hal yang harus dipertanyakan juga jika kita berada di lingkungan akademik, dalam hal ini dunia perkuliahan. Jika kita menghargai orang lain, reputasi kita sebagai akademisi akan terjaga. Selain itu, suatu waktu orang lain akan menyertakan nama kita di artikel-artikel ilmiah yang mereka tulis.
Eksplanasi di atas merupakan konsep dari berpikir kritis. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah tentang bagaimana kita mengambil sebuah ide, lalu kita menganalisis dan mengevaluasi ide tersebut dengan pengetahuan yang sudah ada. Menginvestigasi apakah ide atau opini tersebut valid atau tidaknya sangatlah penting dan juga apakah kita bisa menemukan pengetahuan baru dari ide orisinal kita tersebut.
Selanjutnya, Marcella Robertson, Lecturer, The University of Sydney Centre for English Teaching menyatakan bahwa salah satu nilai inti dan ekspektasi dalam kultur akademik adalah merdeka belajar. Seorang mahasiswa diharapkan dapat bekerja secara mandiri, meliputi riset, pengembangan ide-ide atau opini, dan mempresentasikannya secara independen juga. Peran seorang dosen tidak lebih dari hanya seorang fasilitator daripada seorang guru. Perlu kita sadari bahwa mereka tidak akan terus selalu ada di sana untuk menuntun dan mengajar mahasiswanya. Kebanyakan tanggungjawab benar-benar ada pada mahasiswa. Intinya, metode ceramah akan lebih sedikit berkurang dan dosen akan lebih meminta kita untuk berdiskusi dengan teman-teman kita berkenaan topik yang dipelajari. Dosen di sana hanya memonitor jalannya diskusi dan juga meluruskan apabila ada beberapa kesalahpahaman.
Yang terakhir, namun tidak kalah pentingnya, yaitu komunikasi. Menurut Professor Nick Enfield, Chair, Department of Linguistics, The University of Sydney, setelah kita memiliki kemampuan berpikir kritis dan menghasilkan karya-karya yang ilmiah, selanjutnya kemampuan yang penting untuk dimiliki adalah mengkomunikasi gagasan ilmiah kita secara jelas kepada akademisi lainnya. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bukan hanya masalah komunikasi, tetapi bagaimana kita dapat menerapkan apa yang kita temukan tersebut ke dalam dunia nyata-nya, bagaimana kita dapat memperbaiki atau meningkatkan sesuatu yang dunia saat ini butuhkan. Jadi, ini semua tentang bagaimana kita memulai untuk membuat kontribusi nyata pada dunia dan menjadikan dunia selangkah lebih baik.
Mungkin untuk postingan kali ini cukup itu saja, mudah-mudahan teman Caravel lebih well-prepared lagi pas mau masuk kuliah untuk pertama kalinya. Semoga dapat memaksimalkan studinya dengan baik. Amiinn.. Jangan lupa juga baca postingan selanjutnya tentang Cara Mengatur Folder dan Berkas di Laptop/Komputermu sebagai Anak Kuliahan. Selain itu untuk pembahasan lebih lengkap bisa coba tonton video pembelajaran ini. Semoga membantu! ;)
Referensi
Brick, J. (2011). Academic culture: A student's guide to studying at university. (2nd ed.). South Yarra, Vic: Macmillan.
Bridgeman, A. (n.d.). Academic Skills for University Success. Coursera. https://www.coursera.org/specializations/academic-skills.
Enfield, N. (n.d.). Academic Skills for University Success. Coursera. https://www.coursera.org/specializations/academic-skills.
Pheasant, P. (n.d.). Academic Skills for University Success. Coursera. https://www.coursera.org/specializations/academic-skills.
Robertson, M. (n.d.). Academic Skills for University Success. Coursera. https://www.coursera.org/specializations/academic-skills.
Menurut saya, menjadi mahasiswa adalah satu keberuntungan. Keberuntungan untuk berpeluang menemukan berbagai sudut pandang dari sesama mahasiswa sendiri, ataupun dari arahan dosen. Dan menjadi mahasiswa benar seperti apa yang telah penulis tuangkan, bahwa perlu ada branding personal yang mengidentifikasikan diri sebagai seorang akademisi. Salah satunya kita bisa tinjau dari tulisan saya pikir. Mantap sekali. Keep writing!
ReplyDeleteYep! saya tahu tentang personal branding itu juga berawal dari teori identitas oleh Gee dari mata kuliah Intercultural Communication, salah satunya institutional identity. Sangat menarik sekali artikelnya. Boleh coba dibaca bang banyak di Google Cendekia atau Google biasa juga :)
Delete