Dunia sedang berada dalam era pandemi virus 2019-nCoV. Kemunculan virus ini diumumkan oleh badan kesehatan dunia, World Health Organization (WHO) pada tanggal 31 Desember 2019. Di samping itu, WHO secara resmi menamakan virus tersebut pada tanggal 13 Februari 2020 dengan nama Corona Virus Disease-19 atau Covid-19 di Jenewa, Swiss (Zhang et al., 2020). Lebih lanjut, berdasarkan laporan data WHO, jumlah kasus kematian saat ini di seluruh dunia mencapai kurang lebih 479 ribu korban yang meninggal karena Covid-19. Virus Corona merupakan salah satu bagian dari kelompok virus Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Menurut informasi dari Alodokter yang ditulis oleh dokter Hananti, sebuah situs layanan kesehatan digital di Indonesia yang bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan (Kemenkes), menjelaskan bahwa hal yang membedakan ketiga virus tersebut terletak pada masa inkubasi, pengobatan, gejala dan penyebaran.
Indonesia termasuk salah satu negara yang terkena wabah Covid-19 ini. Laporan terbaru dari WHO berkenaan dengan jumlah kasus yang terkonfirmasi di Indonesia sekitar 46 ribu kasus dan kurang lebih 2500 korban meninggal dunia. Hal ini memang menjadi sebuah kekhawatiran seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu upaya pemerintah dalam aspek pendidikan untuk mengurangi penyebaran infeksi virus ini, yaitu menerapkan kebijakan pembelajaran secara daring tanpa harus pergi ke sekolah atau mereka melakukan social distancing atau pembatasan sosial. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa kebijakan baru ini akan membuat sekolah-sekolah berkreasi dalam memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu proses pembelajaran. Selain itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim mengatakan bahwa ini saatnya kita berinovasi dalam belajar dan melakukan berbagai eksperimen.
Selama era pandemi ini siswa dituntut untuk belajar mandiri dan produktif walaupun mereka berada dalam situasi pembatasan sosial. Sayangnya, dalam pembelajaran daring beberapa pelajar bahasa menemukan beberapa kesulitan, salah satu hal yang menghambat mereka saat pandemi ini adalah praktik berbicara Bahasa Inggris secara bertatap muka, karena untuk dapat berbicara dalam Bahasa Inggris mereka memerlukan praktik, sementara regulasi pemerintah tentang social distancing menghambat mereka untuk melakukan praktik Bahasa Inggris secara bertatap muka langsung baik itu di kelas ataupun di luar kelas. Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan bagaimana para pelajar bahasa agar dapat tetap produktif meningkatkan kemampuan berbicara mereka dalam Bahasa Inggris menggunakan HUNTU (“Hallo” komunikasi virtual) tanpa memerlukan biaya seperti beberapa aplikasi-aplikasi Bahasa Inggris pada umumnya. Dengan salah satu aplikasi komunikasi virtual “Hallo”, mereka tetap dapat praktik berbahasa Inggris dengan pelajar Bahasa Inggris lainnya walaupun berada di rumah. Selain itu, mereka dapat berdiskusi mengenai berbagai hal sehingga akan melatih kemampuan berpikir kritis mereka. Hal penting lainnya adalah mereka tidak akan tertekan seperti khawatir berbuat kesalahan dalam tata bahasa, karena mereka juga berinteraksi dengan individu yang masih belajar Bahasa Inggris juga.
Kemampuan berbicara merupakan kemampuan produktif di mana pelajar bahasa harus lebih banyak praktik dibandingkan teori. Thornbury (dalam Harnikensari 2019: 17) memandang bahwa kemampuan berbicara sama saja dengan kemampuan lainnya seperti kemampuan mengemudi, atau memainkan alat musik, yang artinya dengan lebih banyak praktik maka pelajar dapat menggabungkan konsep-konsep kecil ke dalam satu konsep secara garis besarnya untuk mencapai tingkat kelancaran. Contohnya, ketika seorang pelajar bahasa mulai berbicara dengan kalimat sederhana pada awalnya, maka secara berangsur mereka akan menggabungkan ke dalam kalimat-kalimat yang jauh lebih kompleks. Sejalan dengan Harnikensari (2019) mengemukakan bahwa kemampuan berbicara memerlukan praktik, layaknya seorang balita yang baru belajar berbicara, seorang balita menyimak apa yang orang lain katakan dan mencoba untuk memahami artinya sehingga balita tersebut sedikit demi sedikit mencoba untuk berbicara. Mereka berbicara menggunakan kalimat sederhana sampai seiring berjalannya waktu dapat menggunakan kalimat yang lebih kompleks. Dengan demikian, praktik merupakan hal fundamental dalam meningkatkan kemampuan bahasa.
Praktik berbicara Bahasa Inggris saat ini dapat dilakukan menggunakan beberapa aplikasi yang sudah tersedia. Namun, beberapa aplikasi mengharuskan pengguna membayar untuk pendaftaran atau menggunakan teknik pengumpulan poin agar mereka dapat melakukan random call atau panggilan acak dengan interlokutor lainnya sehingga hal tersebut menjadi pembatas bagi mereka yang ingin praktik Bahasa Inggris. Salah satu aplikasi komunikasi virtual, yaitu “Hallo” ditujukan untuk para pelajar Bahasa Inggris agar mereka dapat melakukan panggilan dengan sesama pelajar Bahasa Inggris lainnya dari berbagai negara secara gratis. Aplikasi “Hallo” komunikasi virtual atau HUNTU ini dapat dengan mudah diunduh di Playstore. Oleh sebab itu, para pelajar Bahasa Inggris saat ini dapat tetap produktif dengan praktik berbahasa Inggris walaupun dalam keadaan social distancing di rumah mereka masing-masing.
Di samping praktik berbicara Bahasa Inggris, mereka dapat berdiskusi dengan interlokutor lainnya sehingga dapat meningkatkan salah satu dari keempat kemampuan abad 21, yaitu berpikir kritis. Lebih jelas, Trilling dan Fadel (dalam Pazila dan Hashimi, 2018) mendefinisikan kemampuan abad 21 sebagai serangkaian kemampuan dan pengetahuan baru yang diperlukan agar berhasil dalam pembelajaran dan pekerjaan. Dalam hal ini, diskusi dalam jaringan merupakan salah satu aktivitas yang bisa dilakukan para pelajar Bahasa Inggris melalui aplikasi “Hallo” yang mana para pengguna dapat mendiskusikan topik apa saja sesuai ketertarikannya. Senada dengan Radović (dalam Ali et al., 2015) menekankan bahwa diskusi dalam jaringan lebih fleksibel dalam hal pemilihan topik diskusi, bertukar pikiran dan pengembangan pengetahuan. Selanjutnya, Waterhouse (dalam Ali et al., 2015) menyatakan bahwa diskusi dalam jaringan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif dan mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Oleh karena itu, selain praktik berbahasa Inggris, pelajar juga dapat menggunakan aplikasi “Hallo” komunikasi virtual ini (HUNTU) untuk memperbaiki kemampuan berpikir kritis mereka melalui diskusi dalam jaringan.
Keuntungan selanjutnya, selain praktik berbahasa Inggris, para pelajar dapat memberikan umpan balik satu sama lain (peer feedback). Mereka tidak akan tertekan saat berbicara dalam Bahasa Inggris karena mereka berinteraksi dengan interlokutor yang sedang mempelajari Bahasa Inggris juga. Kulkarni et al. (2015) menjelaskan bahwa salah satu kelebihan dari peer feedback adalah mereka lebih sadar terhadap solusi, pemahaman yang mendalam dan pendekatan yang digunakan saat memberikan umpan balik satu sama lain. Lebih jelas, ketika pelajar bahasa saling memberikan umpan balik, mereka akan memainkan dua peran sekaligus yang mana satu individu akan diberikan umpan balik dan pada waktu yang bersamaan, individu tersebut menjadi seorang penilai juga. Jadi, setiap pelajar bisa memandang diri mereka dari dua perspektif, yaitu sebagai penilai dan juga sebagai orang yang dinilai. Kemudian, sebuah studi yang dilakukan oleh Krishnan dan Abdullah (2016) menemukan bahwa dengan melakukan peer feedback dalam jaringan, secara langsung, para pelajar dapat praktik berbahasa Inggris di luar kelas tanpa batasan yang artinya pelajar merasa lebih bebas dari ketegangan dan lebih spontan ketika mereka berbicara, karena mereka berbicara dengan sesama pelajar bahasa juga.
Berdasarkan uraian di atas, dengan adanya aplikasi “Hallo” komunikasi virtual (HUNTU) merupakan salah satu upaya agar para pelajar tetap produktif dan mereka tidak akan terhambat dalam praktik berbahasa Inggris selama era pandemi Covid-19 berlangsung. Aplikasi “Hallo” ini mempunyai beberapa kelebihan di antaranya memberikan peluang kepada para pelajar untuk praktik berbahasa Inggris dengan sesama pelajar lainnya di seluruh dunia. Di samping praktik, para pelajar dapat melatih kemampuan berpikir kritis mereka dengan berdiskusi dalam jaringan dan dapat membahas topik sesuai ketertarikan mereka. Kemudian, para pelajar juga akan lebih bebas berkomunikasi tanpa ada halangan karena mereka berinteraksi dengan sesama pelajar Bahasa Inggris. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, tidak ada alasan lagi untuk para pelajar bahwa mereka tidak dapat produktif atau dalam hal ini, tidak dapat praktik berbahasa Inggris dikarenakan pembatasan sosial atau social distancing dalam situasi saat ini.
References
Ali, M. F., Tahir, L., Said, M. N. H. M., & Tahir, N. M. (2015). Integrating Cognitive Apprenticeship Strategy with the Use of Online Forum in Developing Product Assignments. In 2015 International Conference on Learning and Teaching in Computing and Engineering (pp. 42-49). IEEE.
Hananti, A. (2020). Ketahui Perbedaan COVID-19 dengan SARS Dan MERS. Alodokter. Tersedia: https://www.alodokter.com/ketahui-perbedaan-covid-19-dengan-sars-dan-mers
Harnikensari, U. (2019). Error Analysis on the Use of Pronoun in Spoken Descriptive Text (A Case of the Seventh Grade Students of SMPI Al Madina Semarang in Academic Year 2017/2018) (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Semarang).
Setkab. (2020). Presiden Sampaikan Pandemi COVID-19 Beri Hikmah dalam Pembelajaran Siswa. Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Tersedia: https://setkab.go.id/presiden-sampaikan-pandemi-covid-19-beri-hikmah-dalam-pembelajaran-siswa/
Krishnan, S., & Abdullah, M. R. (2016). Partner in Speak: Peer Coaching and Rating Through Online Synchronous Communication for ESL Learners. In Assessment for Learning Within and Beyond the Classroom (pp. 109-122). Springer, Singapore.
Kulkarni, C., Wei, K. P., Le, H., Chia, D., Papadopoulos, K., Cheng, J., & Klemmer, S. R. (2015). Peer and self-assessment in massive online classes. In Design Thinking Research. Springer International Publishing. 131– 168.
Pazila, F., & Hashimi, H. (2018). Using infographics as a technology-based tool to develop 21 st century skills in an ESL context. Journal of Educational and Learning Studies, 1(1), 35-38.
Radović, M. M. (2010). Advantages and Disadvantages Of E-Learning In Comparison To Traditional Forms Of Learning. Annals of the University of Petroşani, Economics, 10(2), 289–298.
Thornbury, Scott. (2005). How to Teach Speaking. England: Pearson Education.
Trilling, B., & Fadel, C. (2009). 21st-century skills: Learning for life in our times. John Wiley & Sons.
Waterhouse, S. (2005). The power of e-learning: the essential guide for teaching in the digital age. Boston, MA: Allyn & Bacon Publishers (A Pearson Company).
World Health Organization (WHO). (2020). WHO Coronavirus Disease (COVID-19) Dashboard or Explore the Data. Tersedia: https://covid19.who.int
Zhang, H. W., Yu, J., Xu, H. J., Lei, Y., Pu, Z. H., Dai, W. C., ... & Li, M. (2020). Coronavirus international public health emergencies: implications for radiology management. Academic radiology.
No comments:
Post a Comment